Wednesday 14 September 2011


Ada sebuah kisah yang cukup menarik untuk kita simak. Kisah iniadalah kisah tentang seorang raja dan sesendok madu. Alkisah, pada suatu zaman ada seorang raja yang sangat bijaksana. Ia memerintah menggantikan ayahandanya yang dahulu terkenal dengan kekejamannya. Karena kekejaman ayahnya itu, rakyat menjadi sangat takut kepada raja dan keluarga raja. Akan tetapi dalam rasa ketakutan itu, sebenarnya rakyat juga menyimpan kebencian, ketidaktaatan, dan selalu ingin memberontak terhadap raja. Hanya saja mereka belum berani dan tak punya kekuatan untuk itu.

Raja yang baru ini ingin menguji kesadaran rakhyatnya. Ingin mengetahui ketaatan rakyatnya kepada kerajaan. Raja memerintahkan agar setiap orang, pada suatu malam yang telah ditetapkan, membawa sesendok madu untuk dituangkan dalam sebuah bejana yang telah disediakan di puncak bukit. Seluruh warga kota pun memahami benar perintah tersebut. Rakyat menyatakan kesediaan mereka untuk melaksanakannya. Kesediaan mereka bisa jadi karena rasa takut. Akan tetapi hal itu belum dipahami oleh sang raja yang baru ini.

Rakyat telah menyatakan kesediaan untuk mengumpulkan madu di tempat yang telah ditetapkan. Tetapi dalam pikiran seorang warga kota (katakanlah si A) terlintas suatucara untuk menunjukkan jiwa berontaknya, "Aku akan membawa sesendok penuh, tetapi bukan madu. Aku akan membawa air. Kegelapan malam akan melindungi dari pandangan mata seseorang. Sesendok air pun tidak akan mempengaruhi bejana yang kelak akan diisi madu oleh seluruh warga."

Tibalah waktu yang telah ditetapkan. Malam itu gelap gulita. Di bukit sudah disiapkan bejana untuk menaruh madu dari seluruh rakyat. Memang benar seperti dalam pikiran si A. Andaipun seseorang membawa sesendok bukan madu tentunya tidak diketahui oleh penguasa.

Apa kemudian terjadi? Seluruh bejana ternyata penuh dengan air. Rupanya semua warga kota berpikiran sama dengansi A. Mereka mengharapkan warga kota yang lain membawa madu sambil membebaskan diri dari tanggung jawab.

Kisah simbolik ini dapat terjadi bahkan mungkin telah terjadi, dalam berbagai keseharian kita. Dari sini wajar jika agama, khususnya Islam, memberikan petunjuk-petunjuk agar kejadian seperti di atas tidak terjadi: "Katakanlah (hai Muhammad), inilah jalanku. Aku mengajak ke jalan Allah disertai dengan pembuktian yang nyata. Aku bersama orang-orang yang mengikutiku (QS 12:108) Dalam redaksi ayat di atas tercermin bahwa seseorang harus memulai dari dirinya sendiri disertai dengan pembuktian yang nyata, baru kemudian dia melibatkan orang lain.

Dalam ayat yang lain Allah juga memberi rambu-rambu: “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” (Q.S. As Shaf: 3). Ayat tersebut secara tersirat memberikan palajaran bahwa setiap kita harus mengawali perbuatan baik dari diri kita sendiri. Bukan hanya mengajak orang lain barbuat baik akan tetapi perbuatannya sendiri jauh dari apa yang ia ajakkan.

NabiMuhammad saw. pernah bersabda: "Mulailah dari dirimu sendiri, kemudian susulkanlah keluargamu." Setiap orang menurut beliau adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya, ini berarti bahwa setiap orang harus tampil terlebih dahulu. Sikap mental demikianlah yang dapat menjadikan bejana sang raja penuh dengan madu bukan air, apalagi racun. Demikianlah, kalau sang raja menginginkan ketaatan dari rakyat, yang harus ia lakukan adalah memberikan teladan bagaimana ia harus taat terhadap tugasnya yaitu melayani rakyatnya. Patut untuk direnungkan bagi pemimpin negeri ini.

Masih sangat kental “3M” versi Aa’ Gym: Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal yang kecil, dan Mulai sekarang juga.

Categories:

0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!