Tuesday 20 September 2011

Bapak, jasamu kanggo aku gedhe
saben dino golek duit kanggo kebutuhan
saben dina banting tulang kanggo keluwargo

Bapak, umpama aku iso mbale kabeh jasamu
aku bakal mbales
Yen bapak sedih arep tak jak neng taman sing apik
supaya bapak seneng
Umpama aku iso mbahagiakake bapak
arep tak bahagiakake

Bapak,
saben dina aku diterne sekolah
Aku dirawat lad dididik saben dina
yen aku nakal mesi bapak ora nesu
yen aku ora mudheng bapak ngandhani

Bapak,
wis ngajari aku babagan apa wae
bapak,
aku pingin mbahagiakake bapak

20 September 2011
SDIT Ulin Nuha Wuryantoro
Karya:
Nadia Nidatul Husna

Thursday 15 September 2011

Haryo Songosongo adalah anak dari Setyaki, patih negara Dwarawati. Sebelum mengabdi ke Dwarawati, Setyaki adalah anak Raja Lesanpura. Akan tetapi Haryo Songosongo tetap di Lesanpura. Karena dialah yang digadang-gadang menjadi pewaris tahta Kerajaan Lesanpura menggantikan Raja Lesanpura yaitu Setyajid alias Ugrasena, kakeknya.
Haryo Songosongo adalah seorang prajurit gagah berani dan pantang mundur. Haryo Songosongo memiliki tipe yang bicaranya singkat, tegas dan serba penting, mencerminkan wataknya yang berjiwa prajurit. Bukan tipe prajurit yang gentar ketika melihat kekuatan musuh. Tidak jatuh mentalnya ketika melihat rival. Dan itulah yang justeru kini banyak diungkapkan oran-orang yang sedang bertanding. Entah itu bertanding dalam bentuk perlombaan dengan banyak peserta atau tanding satu lawan satu. Seperti cerita seseorang yang merasa sudah kalah ketika lomba belum dimulai. “Waduh, lha lawannya kayak gitu, sementara aku hanya memiliki kemampuan yang pas-pasan. Wah… gimana, ya” Senada dengan itu kira-kira yang sering kita dengar dari orang-orang yang kalah sebelum bertanding.
Kita tentunya masih ingat pertandingan sepak bola antara Timnas Indonesia melawan Iran beberapa waktu lalu. Hampir semua pemain dan oficial tim tidak memiliki gambaran untuk menang melawan Iran. Bahkan komentator di TV-TV pun hanya berujar, “Kita tahu diri, lah. Minimal kita bisa mengimbangi permainan iran. Sehingga kita bisa membawa pulang minimal satu poin (hasil seri). Pikir saya waktu itu kok, tidak dikobarkan semangat pada para pemain. Kok, sudah seolah merelakan kalah sebelum bertanding. Kalau semangat terus dipupuk, kegigihan tingkatkan luar biasa, dan optimisme selalu dijaga, tentunya dengan usaha yang menunjang, bisa jadi kita akan melihat hasil yang berbeda. Seperti halnya kegigihan dan ketidakgentaran Haryo Songosongo tidak gentar entah siapa pun musuh tanding di hadapannya.

Kegigihan, ketegasan, dan keadilan yang dimiliki Haryo Songosongo inilah yang digadang-gadang menjadi pewaris negeri Lesanpura menggantikan kakeknya, Ugrasena. Akan tetapi, tak lama rakyat Lesanpura merasakan kemakmuran di bawah raja baru Haryo Songosongo, perang besar Bratayuda ditabuh. Haryo Songosongo akhirnya turun ke medan laga membela Pandawa yang harus berperang melawan sepupunya Kurawa. Di medan perang Kurusetra Haryo Songosongo mengamuk. Menjadi prajurit yang begitu ditakuti lawan. Ngeri rasanya setiap prajurit Kurawa setiap melihat gelagat Haryo Songosongo. Sehingga kehadiran Haryo Songosongo di Kurusetra membela Pandawa ini menjadikan kekuatan yang begitu besar bagi Pandawa. Begitulah seharusnya watak kita sebagai orang beriman. Andai setiap musuh melihat kita, maka mereka akan gentar dan ciut nyali. Maka tidak heran kalau dalam Al Quran bahwa seorang yang beriman mampu mengalahkan 200 orang musuh. Mengalahkan dalam segala hal. Seharusnya begitu. Dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, lebih-lebih pribadi dan kultur untuk membangun peradaban. Kita seharusnya pemenangnya.

Kembali ke Haryo Songosongo. Karena jasanya, setelah perang Bharatayuda berakhir, ia diangkat sebagai senapati perang negara Astina di bawah pemerintahan Prabu Parikesit. Jabatan raja negara Lesanpura kemudian ia serahkan kepada putranya, Arya Nabantara.

SOAL ULANGAN HARIAN II

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS IX SEMESTER 1

1. Jelaskan pengertian beriman kepada hari akhir!

2. Sebutkan nama – nama hari akhir!

3. Sebutkan 3 saja tanda-tanda akan datangnya hari kiamat!

4. Apa yang dimaksud dengan kiamat sughro dan kiamat kubro?

5. Apa yang dimaksud yaumul mahsyar dan yaumul ba’ats?

6. Jelaskan pengertian qonaah!

7. Jelaskan pengertian tasamuh!

8. Berilah contoh perilaku qona'ah dalam kehidupan sehari – hari!

9. Sebutkan contoh perilaku tasamuh dalam kehidupan sehari – hari!

10. Mengapa dalam menyembelih hewan harus mengikuti tata cara yang telah dicontohkan Rasulullah saw.!

Kunci Jawaban

1. Beriman kepada hari akhir adalah yakin dan percaya bahwa hari kiamat itu pasti akan datang dan kelak manusia akan dibangkitkan kembali dari kematiannya untuk menerima pengadilan dari Allah SWT.

2. Ad din, As Saah, hari kiamat, yaumul akhir.

3. Kiamat sughro adalah berakhirnya kehidupan dari sebagian makhluk di alam ini. Atau bisa juga bisa diartikan kematian dari seseorang atau sekelompok orang. Sedangkan kiamat kubro adalah berakhirnya seluruh kehidupan di alam dunia ini.

4. - Munculnya binatang ajaib yang bisa bicara dengan manusia.

- Munculnya dajjal yang berkelana memengaruhi orang beriman agar tidak lagi beriman.

- Rusaknya kakbah dengan sendirinya.

- Terbitnya matahari dari barat

- Diturunkannya Nabi Isa as. Ke bumi untuk membenarkan ajaran Nabi Muhammad saw.

- (dan masih ada beberapa jawaban lain.)

5. Yaumul Mahsyar adalah hari dikumpulkannya manusia sejak Nabi Adam as. Hingga manusia terakhir di padang mahsyar. Yaumul ba’ats adalah hari dibangkitkannya manusia dari kematiannya setelah ditiupnya sangkakala oleh malaikat isrofil untuk yang kedua kalinya.

6. Qanaah menurut arti bahasanya adalah merasa cukup sedangkan secara istilah qanaah berarti merasa cukup atas apa yang dimilikinya.

7. Toleransi menurut arti bahasa adalah tenggang rasa sedangkan menurut istilah saling menghargai antara sesama manusia.

8. Andi menerima dengan lapang dada meskipun ia dilahirkan menjadi anak orang miskin. Ia tidak protes, tidak meminta yang berlebih kepada orang tuanya. Ia sudah bisa merasakan kesusahan ekonomi yang dialami orang tuanya. (jawaban bisa beragam)

9. Obet anak dari Papua. Sedangkan Aji anak Jawa. Mereka berteman dengan akrab. Tidak pernah saling mengejek. Mereka berangkat sekolah bersama, belajar bersama.

10. Agar daging dari hewan yang disembelih menjadi halal dimakan dan membawa keberkahan untuk yang memakannya. Dan agar daging yang dikonsumsi menjadi sehat karena darah yang ada di dalam tubuh binatang telah mengalir deras keluar dari tubuh melalui luka penyembelihan.

Kelas 8 Semester 2


Beberapa waktu lalu, ramai diberitakan di media massa tentang kelompok ahmadiyah yang diserang oleh masa tak dikenal. Penyerangan itu memakan korban hingga ada beberapa orang yang tewas. Kelompok ahmadiyah adalah kelompok yang mengaku beragama Islam, tetapi nabinya adalah Mirza Ghulam Ahmad. Kitab suci mereka adalah Tadzkirah, bukan Al Quran. Karena dinilai merusak ajaran Islam, kelompok ahmadiyah itu deserang oleh orang-orang yang tidak rela ajaran agamanya dirusak.

Padahal jelas, di Indonesia tidak diperbolehkan aksi main hakim sendiri. Karena dalam UUD 1945 sudah dijamin kebebasan menjalankan ibadah menurut agamanya masing-masing. Akan tetapi Ahmadiyah juga jelas melanggar Undang-Undang, karena penodaan agama/merusak ajaran agama Islam.

Diskusikan dengan kelompokmu!

Berikan pendapat kalian mengenai permasalahan tersebut? Bagaimana pula solusinya?


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Peringatan tragedi 9/11 berjalan aman dan khidmat. Namun, ada pekerjaan rumah bagi Muslim AS yang belum terselesaikan, yakni berintegrasi dengan masyarakat AS. Ketua MUI, Yunahar Ilyas menuturkan proses integrasi belumlah optimal dilakukan. Itu tercermin dengan masih banyak kejadian diskriminasi terhadap Muslim AS. "Harus diakui penerimaan terhadap Islam masih diikuti dengan perlakuan diskriminasi terhadap Muslim AS," paparnya kepada Republika saat dihubungi, Kamis (15/9). Yunahar mengatakan situasi itu tidak terlepas dari sumbangsih Muslim AS sendiri. Sumbangsih yang dimaksud adalah Muslim AS, terutama kalangan warga AS yang memeluk AS, melakukan perubahan drastis dengan menerapkan tradisi Timur Tengah setelah memutuskan memeluk Islam. "Mereka yang baru memeluk Islam misalnya, segera mengenakan jubah dan atribut lain yang mencerminkan budaya Timur Tengah. Padahal, apa yang mereka lakukan berpengaruh terhadap proses integrasi," katanya mengingatkan. Tak heran, ungkap Yunahar, ada lelucon bagi warga kulit putih Amerika yang memeluk Islam dijuluki 'si Arab'. Julukan itu tentu bernada diskriminasi. Sebabnya, Yunahar melihat Muslim AS tidak perlu menerapkan budaya Timur Tengah namun tetap menjaga identitasnya sebagai Muslim. "Berpakaian seperti biasa, dengan menutup aurat. Tidak perlu memaksakan diri mengenakan jubah seperti halnya imigran asal Timur Tengah," katanya. Berbicara soal terorisme, Yunahar mengatakan ancaman akan selalu ada selama ada kebijakan standar ganda yang diterapkan AS. Karena kebijakan tersebut menandakan ketidakadilan. "Palestina melempari batu Israel dituduh mengancam. Israel membunuh warga Palestina dianggap membela diri. Ya, hal-hal semacam itu akan memunculkan risiko kehadiran teroris," paparnya. Karena itu, selama ketidakadilan masih terjadi maka akan diikuti kehadiran terorisme. Yang menjadi pertanyaan, kehadiran terorisme itu dalam wujud apa. Tentu polanya akan berkembang seiring dengan tingkat kewaspadaan di Amerika. "Ya, semoga saja peran dakwah Muslim AS dapat meniadakan ancaman itu," pungkasnya.

Sumber: http://www.republika.co.id/
RPP PAI 9a th 11 12

Wednesday 14 September 2011


dakwatuna.com“Kenapa ya, setiap acara seperti ini pasti yang datang ibu-ibu lagi, bapak-bapaknya nggak ada. Padahal ibu-ibu kan sudah sering ikut acara ini. Kita-kita sih sudah tahu, sudah ngerti kewajiban-kewajiban kita. Bapak-bapaknya dong di dauroh -ikut pelatihan- juga, biar seimbang”

“Ustadz, subhanallah, materinya bagus sekali. Kerjasama suami istri dalam membina rumah tangga dan pendidikan anak memang sangat penting. Usul kita ustadz, bagaimana kalau para suami kita juga ikut diberikan materi seperti ini?”

Kita pasti pernah mendengar komentar seperti di atas. Memang belum pernah dilakukan penelitian secara khusus, tapi dari pengamatan saya, acara-acara tentang pembinaan keluarga dan pendidikan anak kelihatannya lebih sering ditujukan, diminati dan dihadiri oleh kaum perempuan. Pernah juga ada pihak yang membuat acara serupa dengan membuka peserta untuk umum, baik laki-laki maupun perempuan, tetapi agaknya tidak mendapat cukup respon dari kaum laki-laki sehingga tetap saja mayoritas peserta adalah kalangan perempuan.

Jarang sekali acara tentang pembinaan keluarga samara (sakinah, mawaddah wa rahmah) atau tentang pendidikan anak penuh sesak oleh bapak-bapak. Ada juga sih bapak-bapak yang hadir, tapi biasanya jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Dan fenomena ini hampir merata terjadi di semua wilayah dakwah. Terlepas dari kesibukan kaum bapak sehingga tidak sempat menghadiri acara-acara itu, atau kurang piawainya pihak penyelenggara dalam mengemas acara menjadi menarik, saya ingin menyoroti persoalan itu dari sisi lain.

Kita tentu sepakat bahwa persoalan pembinaan keluarga dan pendidikan anak bukan hanya menjadi kepentingan akhawat dan ummahat. Terlebih dua persoalan ini merupakan salah satu indikator penting kesuksesan dakwah. Karena suksesnya dakwah bukan hanya ditandai dengan munculnya figur-figur pribadi istimewa, tetapi juga tampilnya keluarga-keluarga sebagai keluarga yang layak menjadi qudwah –teladan-.

Terkait persoalan ini, menjadi menarik untuk menggali mengapa kaum bapak cenderung lebih ‘diam, kalem, tenang’, sehingga terkesan ‘kurang peduli’ terhadap persoalan rumah tangga, dibanding kaum ibu.

Sharing saya dengan seorang teman, ternyata ada perbedaan antara lelaki dan perempuan dalam hal ini:

1. Rata-rata lelaki begitu menghadapi masalah dalam kehidupannya, cenderung meringankan beban dengan cara diam. Maka, dalam dunia psikologi dikenal ada “siklus diam” pada lelaki. Sedangkan pada kaum perempuan, begitu ada masalah, cenderung meringankan beban dengan jalan menceritakan masalah kepada orang lain.

2. Rata-rata lelaki memiliki “batas ambang rasa aman terhadap masalah” yang lebih tinggi dibandingkan kaum perempuan.

Itulah sebabnya –mungkin–, di lembaga-lembaga konsultasi keluarga umumnya, yang lebih sering datang adalah kaum perempuan.

Itulah sebabnya –mungkin–, dalam suatu forum atau majelis kaum bapak, tidak banyak dibicarakan persoalan keluarga, berbeda dengan majelis atau forum kaum ibu.

Itulah sebabnya –mungkin–, acara-acara yang membahas persoalan keluarga seperti daurah, seminar, atau acara sejenis, lebih banyak dihadiri kaum perempuan.

Kalau tidak percaya, tanyakan kepada bapak-bapak dalam suatu halaqah atau majelis: “Adakah masalah dalam rumah tangga antum yang ingin didialogkan ?” Sebagian besar jawabannya adalah diam, atau menjawab, “Tidak ada. Kami bisa atasi sendiri”. Respon ini berbeda dengan rata-rata majelis para ibu.

Nah, jika kita memahami persoalan ini, di satu sisi, kita para istri tak perlu gundah jika suami sedang berada pada ‘siklus diam’nya, tidak berbicara, karena, hal itu bukan berarti suami kita tidak peduli dengan persoalan rumah tangga, tapi justru sedang berusaha meringankan bebannya. Yang penting, siklus diamnya tak berlarut-larut kan?

Namun disisi lain, sebaiknya kita juga tidak terjebak pada fenomena ini. Saya pikir, justru kita perlu mencari formula yang tepat dan melegakan untuk ‘mengajak para bapak berbicara’, dan memberikan pendapatnya mengenai persoalan rumah tangga, setelah siklus diamnya berakhir.

Baik. Sekarang, mari kita kembali membahas tentang keterkaitan dakwah dengan persoalan pembinaan keluarga dan pendidikan anak. Kita tahu, dakwah ini serius melakukan serangkaian kajian-kajian yang berkaitan dengan manhaj –kurikulum- pembinaan keluarga dan pendidikan anak. Hasilnya? Serangkaian arahan telah disosialisasikan melalui kegiatan rutin pekanan kita, mulai dari arahan tentang persiapan menikah, tentang pernak-pernik pernikahan dan kehidupan rumah tangga, sampai arahan tentang pendidikan anak.

Di samping itu, masih ingat materi tarbiyah yang membahas tentang ahdaaf ad da’wah (Sasaran Dakwah)? Sangat jelas digambarkan dalam materi itu, bahwa dakwah kita memiliki sasaran-sasaran yang harus dicapai secara bertahap. Ada lima sasaran yang hendak dicapai oleh dakwah kita, yang antara satu sasaran dengan sasaran lainnya saling terkait, saling mempengaruhi dan saling menentukan. Jika sasaran pertama tidak berhasil dicapai, sasaran kedua tidak mungkin dicapai. Jika sasaran kedua dapat dicapai tapi dalam jangka waktu yang sangat lambat, maka sasaran ketigapun akan mengalami keterlambatan dalam pencapaiannya, begitu terjadi seterusnya.

Untuk menyegarkan kembali ingatan kita akan materi itu, sasaran pertama yang hendak dicapai dakwah kita adalah binaa’ al-fardi al-muslim (terbentuknya pribadi muslim). Sasaran berikutnya adalah terbentuknya keluarga muslim (binaa’ al usrah al muslimah). Dua sasaran ini saling terkait dalam arti, berhasil atau tidaknya kita membentuk diri kita menjadi kader-kader yang memiliki kepribadian islami, akan sangat mempengaruhi dan menentukan pencapaian sasaran kedua, yaitu terbentuknya keluarga-keluarga islami (dengan segala muwashafat/karakteristiknya). Begitu pula, keberhasilan pencapaian sasaran kedua ini akan menentukan keberhasilan pencapaian sasaran ketiga, yaitu binaa’ al mujtama’ al-islami (terbentuknya masyarakat Islam), dan seterusnya. Jadi, jangan mimpi kita akan memiliki ad-daulah islamiyah dan al-khilafah al-islamiyah yang merupakan sasaran keempat dan kelima dari dakwah ini, jika dari sekarang kita tidak memberi perhatian pada pencapaian sasaran-sasaran sebelumnya.

Jadi, dalam manhaj dakwah, persoalan pembinaan keluarga dan pendidikan anak adalah persoalan yang sangat serius.

Tetapi persoalan membina keluarga dan mendidik anak tentunya tidak boleh hanya sekedar menjadi program di atas kertas. Yang lebih penting adalah memposisikan dua hal penting ini sebagai salah satu yang menjadi prioritas amal. Mengapa? Karena pembinaan keluarga dan pendidikan anak bukanlah semata terkait dengan amal atau target pribadi. Dalam pandangan saya, bagi kita kader dakwah, dua hal ini merupakan sebuah misi mulia yang harus kita laksanakan dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab sebagai bentuk kontribusi langsung dan nyata kita dalam rangka mencapai dan merealisasikan sasaran dakwah!

Mengakhiri tulisan ini, saya ingin mengajak kita semua, ikhwan dan akhawat, untuk ‘lebih serius lagi’ menata rumah tangga kita, membina keluarga kita, mendidik anak-anak kita, dengan menambahkan satu semangat…”Ini adalah bagian penting dari misi, tugas dan kontribusi dakwah kita!” Allahu a’lam.

UNTUKMU YANG BERLARI


Kawan ...

Kaulah yang menyadarkanku.

Saat ku membuka mata,

kau mulai berdiri.

Saat ku mulai bangun mengikutimu,

Engkau mulai berjalan.

Saat aku tertatih belajar berjalan,

kau percepat langkah kakimu.

Kau meberiku isyarat untuk tidak berhenti

karena berhenti menjadikan kita tak sampai

Dan kini Kau sudah berlari

cepat sekali larimu

dan tak sanggup lagi kulihat kau di depan sana.

Hanya ingatanku yang masih lekat

bahwa kau pernah membangunkanku, mengajakku berjalan, berlari

karena mereka jauh lebih cepat larinya

karena mereka jauh lebih ringan membawa dirinya

Dan kau katakan pula, jangan ikuti mereka

Tapi, Kawan ...

kini Kau sudah berlari

cepat sekali larimu

dan tak sanggup lagi kulihat kau di depan sana

Aku berharap kan berjumpa kau di sana.

Kawan ....

Aku juga tak ingin berhenti.

Kawan, teruslah tinggalkan jejakmu agar kuikuti

Walau kini tak lagi kulihat kau didepanku,

Aku yakin kau sudah jauh sekali di depan sana.

Dan aku pun akan ke sana.

7 Agustus 2011, SDIT ULIN NUHA Wuryantoro Wonogiri

Entah mengapa, "ujug-ujug" kutuliskan itu di SDIT ini. Sederhana saja. Tadi pagi aku buka FB saya di tag teman dalam note-nya. Langsung kucoment note temanku itu. Belum sempat mengklik tombol "coment", eh... anakku ngajak gojek. Hilanglah sekian yang telah kutulis. Menyesal sekali rasanya. Tapi yang namanya ide, masih tersimpan pula ia di kepalaku. Langsung masuk menunaikan amanah. Belajar bersama anak-anak super ini, sampai hampir kering tenggorokan ini. Mereka tanya ini itu. Luar biasa. Saat anak-anak berlatih. Saya menunggui. Kok yang sayat tulis tadi pagi di HP untuk mencoment temanku itu makin kuat di kepalaku. Jadilah kualirkan di sini.

Sekian banyak dan sekian beragamnya yang terdapat dalam benak ini. Saat bersepeda, saat di kelas, saat menggendong si kecil. Tapi tak juga sesuatu pun yang tertoreh. Karena apa ya... . Apa memang tak juga kubisa menorehkan yang ada dikepalaku ini ke dalam simbol A B C D E ... . Apa aku tak punya bakat tentang begituan. Ah... entahlah.

Padahal kalau ditengok, kawan-kawan yang begitu indah dalam bertutur. Sampai yang beringas dalam menorehkan isi kepalanya. Sama. Makannya nasi putih. Tidurnya merem (yang mungkin mereka tambah ngorok). Uh... snacknya sudah datang. Biar aku bisa terus berjalan. Maka ku akhiri dan tak ngambil snack itu. O..ho..ho.....

Untuk info yang lebih lengkap silakan linknya di-http://lazuardibirru.org

Sungguh, motivasi untuk menulis kian terdorong dengan adanya berbagai lomba. Inilah salah satu lomba yang bisa dimanfaatkan bagi para guru untuk meningkatkan kualitas kepenulisannya. Mari, rekan-rekan guru untuk berpartisipasi dalam lomba ini.

Tema lomba Esai:

  • Guru sebagai agen perubahan generasi muda yang menghargai toleransi
  • Peranan guru dalam menciptakan Indonesia damai dan bersatu
  • Menjadi guru yang humanis dan berbhinneka
  • Mengajar dengan interaktif dan mengasah pola pikir kritis
  • Guru sebagai penebar ajaran islam yang cinta damai
  • Guru sebagai garda terdepan mencegah radikalisme dan terorisme
  • Peranan guru dalam menanamkan semangat nasionalisme

Kriteria Lomba Esai Guru:

  • Bahasa: bahasa Indonesia yang baik dan Benar Menggunakan aturan EVD
  • Format : Ms. Word
  • Jumlah kata: minimal 1500 kata dan maksimal 3.000 kata
  • Spasi:1,5
  • Huruf : Times New Roman (size 12)
  • Ukuran kertas : A4
  • Margin : Atas 4 cm, bawah 4 cm, kiri 4 cm, kanan 3 cm
  • Metode : Email ke: kompetisi@lazuardibirru.org
  • Subyek : Lomba Karya tulis ilmiah dan nama peserta

Hadiah Lomba:

  • Juara I : Rp. 8Jt
  • Juara 2: Rp 6 Jt
  • Juara 3 : 4 Jt
  • Juara Harapan 1: Rp 2 jt
  • Juara harapan 2: 1,5 Jt
  • Juara Harapan 3 : Rp 1 Jt
Tentang kepesertaan dan ketentuannya bisa dilihat di pamflet di bawah.

Peserta dapat melakukan konfirmasi, meminta informasi, dengan mengajukan pertanyaan ke kompetisi@lazuardibirru.org

RPP PAI 8a th 11 12

Ada sebuah kisah yang cukup menarik untuk kita simak. Kisah iniadalah kisah tentang seorang raja dan sesendok madu. Alkisah, pada suatu zaman ada seorang raja yang sangat bijaksana. Ia memerintah menggantikan ayahandanya yang dahulu terkenal dengan kekejamannya. Karena kekejaman ayahnya itu, rakyat menjadi sangat takut kepada raja dan keluarga raja. Akan tetapi dalam rasa ketakutan itu, sebenarnya rakyat juga menyimpan kebencian, ketidaktaatan, dan selalu ingin memberontak terhadap raja. Hanya saja mereka belum berani dan tak punya kekuatan untuk itu.

Raja yang baru ini ingin menguji kesadaran rakhyatnya. Ingin mengetahui ketaatan rakyatnya kepada kerajaan. Raja memerintahkan agar setiap orang, pada suatu malam yang telah ditetapkan, membawa sesendok madu untuk dituangkan dalam sebuah bejana yang telah disediakan di puncak bukit. Seluruh warga kota pun memahami benar perintah tersebut. Rakyat menyatakan kesediaan mereka untuk melaksanakannya. Kesediaan mereka bisa jadi karena rasa takut. Akan tetapi hal itu belum dipahami oleh sang raja yang baru ini.

Rakyat telah menyatakan kesediaan untuk mengumpulkan madu di tempat yang telah ditetapkan. Tetapi dalam pikiran seorang warga kota (katakanlah si A) terlintas suatucara untuk menunjukkan jiwa berontaknya, "Aku akan membawa sesendok penuh, tetapi bukan madu. Aku akan membawa air. Kegelapan malam akan melindungi dari pandangan mata seseorang. Sesendok air pun tidak akan mempengaruhi bejana yang kelak akan diisi madu oleh seluruh warga."

Tibalah waktu yang telah ditetapkan. Malam itu gelap gulita. Di bukit sudah disiapkan bejana untuk menaruh madu dari seluruh rakyat. Memang benar seperti dalam pikiran si A. Andaipun seseorang membawa sesendok bukan madu tentunya tidak diketahui oleh penguasa.

Apa kemudian terjadi? Seluruh bejana ternyata penuh dengan air. Rupanya semua warga kota berpikiran sama dengansi A. Mereka mengharapkan warga kota yang lain membawa madu sambil membebaskan diri dari tanggung jawab.

Kisah simbolik ini dapat terjadi bahkan mungkin telah terjadi, dalam berbagai keseharian kita. Dari sini wajar jika agama, khususnya Islam, memberikan petunjuk-petunjuk agar kejadian seperti di atas tidak terjadi: "Katakanlah (hai Muhammad), inilah jalanku. Aku mengajak ke jalan Allah disertai dengan pembuktian yang nyata. Aku bersama orang-orang yang mengikutiku (QS 12:108) Dalam redaksi ayat di atas tercermin bahwa seseorang harus memulai dari dirinya sendiri disertai dengan pembuktian yang nyata, baru kemudian dia melibatkan orang lain.

Dalam ayat yang lain Allah juga memberi rambu-rambu: “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” (Q.S. As Shaf: 3). Ayat tersebut secara tersirat memberikan palajaran bahwa setiap kita harus mengawali perbuatan baik dari diri kita sendiri. Bukan hanya mengajak orang lain barbuat baik akan tetapi perbuatannya sendiri jauh dari apa yang ia ajakkan.

NabiMuhammad saw. pernah bersabda: "Mulailah dari dirimu sendiri, kemudian susulkanlah keluargamu." Setiap orang menurut beliau adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya, ini berarti bahwa setiap orang harus tampil terlebih dahulu. Sikap mental demikianlah yang dapat menjadikan bejana sang raja penuh dengan madu bukan air, apalagi racun. Demikianlah, kalau sang raja menginginkan ketaatan dari rakyat, yang harus ia lakukan adalah memberikan teladan bagaimana ia harus taat terhadap tugasnya yaitu melayani rakyatnya. Patut untuk direnungkan bagi pemimpin negeri ini.

Masih sangat kental “3M” versi Aa’ Gym: Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal yang kecil, dan Mulai sekarang juga.

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!