Monday 30 May 2011

Beberapa hari telah berlalu. Rasulullah saw berangkat meninggalkan Madinah menuju Tabuk. Di tengah hari yang sangat panas, Abu Khaitsamah pulang ke rumahnya. Ia tidak ikut berangkat ke Tabuk bersama dengan Rasulullah ketika itu.

Oleh: Muhith Muhammad Ishaq*

Sesampainya di rumah ia disambut dua orang istrinya yang duduk di pelaminan di rumahnya yang indah. Di hadapan istrinya itu telah dihamparkan sajian makanan kesukaannya. Tidak ketinggalan pula air penyejuk ruangan hingga mereka tidak kepanasan.

Melihat panorama yang sangat menggoda itu, Abu Khaitsamah tertegun di depan pintu rumahnya. Udara yang sejuk di dalam rumah, dua istri yang cantik di atas pelaminan, dan makanan kesukaan yang terhampar menyentakkan kesadarannya dalam titik klimak kemewahan.

Ia berkata dalam hati, menegur dirinya sendiri: “Rasulullah saw sedang disengat terik matahari, menahan terpaan angin gurun, sementara Abu Khaitsamah duduk manis di ruangan berpendingin, dengan makanan lezat tersaji, bersama istri cantik yang mendampingi, ini tidak adil”.

Kemudian ia membalikkan badan dan berkata: “Demi Allah saya tidak akan menyentuh seorangpun dari kalian, sebelum saya berjumpa dengan Rasulullah. Ayo kalian berdua siapkan perbekalan, saya hendak menyusul Rasulullah”.

Kedua istrinya melaksanakan perintah suaminya itu dengan cepat. Segera ia menuju ke tempat ontanya ditambat dan bergegas berangkat menyusul Rasulullah.

Setelah berhari-hari melintasi bukit batu, jalan terjal, dan gurun pasir seperti umumnya daratan Jazirah Arab, Abu Khaitsamah berhasil menemukan Rasulullah yang sudah sampai di Tabuk.

Begitulah kepekaan hati sahabat Rasulullah saw. Rasa cinta yang ada dalam hati mereka tidak memberi ruang baginya untuk berbeda situasi dengan Rasulullah dalam suka dan duka. Hati Abu Khaitsamah tidak bisa menerima kesenangan dunia yang diterimanya pada saat Rasulullah dan para sahabatnya berada dalam kesulitan situasi dan beratnya medan jihad di jazirah Arab.

Tidak seperti orang-orang berpenyakit hati yang merasa mendapatkan beban berat ketika merasakan sulitnya jihad, dan berkhayal seandainya ia masih berada di luar kota sehingga tidak ikut berjihad bersama Rasulullah. Orang-orang yang merasa senang dan mendapatkan lindungan Allah ketika tidak ikut terlibat dalam perjalanan jihad yang berat.

Di Madinah pada saat perjalanan perang Tabuk ini hanya tersisa orang-orang udzur, karena sakit, tua renta, anak-anak, para wanita, dan orang yang mendapatkan tugas khusus dari Rasulullah. Para sahabat Rasulullah memahami betul bahwa kemulian dirinya itu hanya ada pada amal perbuatannya bukan pada nikmat dan kesenangan yang diterimanya.

Dalam perjalanan ini pula Abu Khaitsamah berjumpa dengan Umair ibn Wahb al-Jumahi yang juga dalam perjalanan menyusul Rasulullah karena ketinggalan. Keduanya kemudian bersama-sama melintasi jalan panjang menuju Tabuk.

Ketika sudah mendekati Tabuk, Abu Khaitsamah meminta kepada Umair bin Wahb al-Jumahi: “Sesungguhnya saya punya dosa, maka silahkan engkau meninggalkan saya, sehingga nanti saya bertemu dengan Rasulullah SAW sendirian”.

Umair bin Wahb al-Jumahi setuju dengan permintaan itu, meskipun keduanya telah berhari-hari suka dan duka bersama dalam perjalanan, namun di ujung perjalan itu keduanya harus berpisah karena ada hal pribadi yang harus saling dihormati.

Umair bin Wahb al-Jumahi memahami privasi Abu Khaitsamah, dan Abu Khaitsamah juga tidak ingin melibatkan Umair bin Wahb dalam masalah pribadi yang dihadapinya. Salah satu bentuk ta’awun sesama sahabat yang sangat unik. Tidak masuk dalam masalah pribadi orang lain yang tidak ingin diintervensi, dan tidak ingin melibatkan orang lain dalam kesalahan pribadi.

Abu Khaitsamah berjalan agak lambat di belakang Umair bin Wahb. Ketika jarak semakin dekat ke Tabuk tempat Rasulullah dan para sahabat beristirahat, beberapa orang pasukan kaum Muslimin berkata: “Ada pengendara yang sedang mendekat”. Rasulullah menjawab, “Semoga dia itu adalah Abu Khaitsamah”.

Jarak Abu Khaitsamah dengan tempat Rasulullah beristirahat semakin dekat dan kaum Muslimin yang mengamatinya itupun kemudian berkata: “Betul, Wahai Rasulullah, dia Abu Khaitsamah”.

Perkenalan dan pergaulan Rasulullah yang sangat intensif dengan para sahabatnya sehingga bisa menebak dari jauh, sosok sahabatnya itu, ketika kaum Muslimin lain belum mengenalinya. Rasulullah mengenali dengan baik cara jalan para sahabatnya.

Jarak semakin dekat, wajah letih Abu Khaitsamah bisa dengan jelas terlihat, Rasulullah menyambutnya. Abu Khaitsamah menghadap dan memberikan salam kepada Rasulullah. Setelah menjawab salam, Rasulullah SAW bersabda: “Hampir saja, kecelakaanlah bagimu dan kecelakaanlah bagimu”.

Abu Khaitsamah menceritakan pengalamannya sejak ketinggalan di Madinah tidak ikut berangkat ke Tabuk bersama Rasulullah, sambutan dua orang istri, dan kemewahan rumah tinggalnya sehingga ia menyusul Rasulullah ke Tabuk dengan lengkap.

Rasulullah mendengarkan dengan seksama cerita Abu Khaitsamah. Setelah selesai cerita Rasulullah mendoakan Abu Khaitsamah dengan doa kebaikan, dan semoga Abu Khaitsamah senantiasa dalam kebaikan.

Tidak ada kata terlambat untuk berbuat baik. Selama masih ada kemauan kuat, maka kebaikan itu insyallah akan didapat. Pertolongan Allah biasanya diberikan kepada hamba-Nya yang beramal di jalannya, kemudian ada kesulitan yang menghadangnya. Tidak ada perjuangan tidak ada pertolongan. Wallahu a’lam.

Cyber Sabili-. Berkali-kali al-Qur’an menunjuk orang ini sebagai sosok kontroversi dalam tutur kata dan perbuatannya yang merugikan Islam dan kaum Muslimin. Hampir setiap ada fitnah yang menimpa kaum Muslimin di Madinah selalu ada peran Abdullah bin Ubay sebagai provokatornya, bahkan peristiwa haditsul ifki (berita palsu) yang menimpa Ummul Mukminin “Aisyah” ra al Qur’an mengisyaratkan Abdullah bin Ubay sebagai pembesar yang mengendalikannya.

Muhith Muhammad Ishaq

Hingga tahun ke sembilan Hijriyah, sepulang Rasulullah saw dari perang Tabuk, di akhir bulan Syawwal Abdullah bin Ubay menderita sakit. Mendengar Abdullah bin Ubay sakit, Rasulullah saw menyempatkan diri untuk membesuknya. Usamah bin Zaid bercerita: “Saya bersama Rasulullah saw mengunjungi Abdullah bin Ubay yang sedang sakit untuk membesuknya. Rasulullah saw mengingatkan Abdullah bin Ubay “Bukankah saya sudah melarang kamu dari dahulu agar tidak mencintai orang-orang Yahudi?” Abdullah bin Ubay menjawab sekenanya, “Dulu Sa’d bin Zurarah membenci orang-orang Yahudi, kemudian Sa’d bin Zurarah mati.”

Rasulullah saw tidak kehilangan sisi kemanusiaan yang bermartabat meskipun kepada orang yang sering Rasulullah ketahui dari Allah SWT sebagai pembuat masalah dan fitnah di dalam barisan kaum Muslimin. Secara zahir Abdullah bin Ubay menunjukkan dirinya sebagai seorang Muslim, maka ia berhak mendapatkan hak keIslaman itu dengan dibesuk ketika sakit.

Pada bulan kerikutnya, bulan Dzulqa’dah Abdullah bin Ubay wafat. Anak lelaki Abdullah bi Ubay, yang bernama Abdullah bin Abdullah bin Ubay datang menemui Rasulullah saw, meminta salah satu kain Rasulullah saw untuk dijadikan sebagai kafan bagi Abdullah bin Ubay, ayahnya. Dan Rasulullah saw mengabulkan permintaan itu dan memberikan kainnya kepada Abdullah bin Abdullah bin Ubay untuk menjadi kafan bagi jenazah ayahnya.

Kemudian Abdullah bin Abdullah juga meminta agar Rasulullah saw berkenan datang menshalatkannya. Maka Rasulullah saw datang untuk menshalatkan jenazah itu. Ketika Rasulullah saw berdiri hendak menshalatkannya, Umar bin Khaththab menarik baju Rasulullah saw dari belakang dan berkata: “Wahai Rasulullah, Engkau akan menshalatkannya? Bukankah Allah melarangmu untuk menshalatkannya?

Rasulullah saw menjawab: “Sesungguhnya Allah SWT memberikan kepadaku dua pilihan kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS at-Taubah:80) Dan saya akan menambahnya lebih dari tujuh puluh kali.

Umar berkata: “Sesungguhnya dia itu orang munafiq”. Setelah Rasulullah saw menshalatkannya, barulah turun ayat: “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik. (QS. At-Taubah:84)

Rasulullah saw menshalatkannya ketika itu karena memperlakukannya secara zahir, yaitu pengakuan Abdullah bin Ubay bahwa ia seorang Muslim. Dan Islam mengajarkan ummatnya untuk memperlakukan manusia sesuai dengan kondisi zahirnya, urusan hati dan batinnya adalah kewenangan Allah SWT.

Bisa juga dimaknai bahwa Rasulullah saw menshalatkan Abdullah bin Ubay –tokoh munafiq itu- untuk menghormati anaknya –Abdullah bin Abdullah bin Ubay- yang merupakan salah satu sahabat mulia. Sedangkan pemberian kain Rasulullah saw sebagai kain kafan Abdullah bin Ubay bisa difahami sebagai pembuktian karakter Rasulullah saw yang tidak pernah menolak permintaan siapapun selama Rasulullah saw memilikinya. Bisa juga difahami bahwa Rasulullah saw tidak pernah melupakan kebaikan Abdullah bin Ubay –tokoh munafiq itu- di samping keburukannya yang tidak terhitung.

Bagi Abdullah bin Abdullah bin Ubay kematian ayahnya itu menjadi salah satu bukti bahwa berbakti kepada orang tua tetap dilakukan oleh seorang anak, meskipun ia tahu bahwa ayahnya bergelimang dosa dan berlumur maksiat. Selama orang tua itu tidak menyuruhnya berbuat maksiat atau melarangnya beramal shalih.

Orang baik akan senantiasa membuat kebaikan meskipun kepada orang yang tidak baik. Sedangkan orang yang tidak baik akan terus membuat keburukan meskipun kepada orang yang membuat kebaikan. Wallahu a’lam.

Pertengahan Desember, dua puluh tiga tahun lalu, Harakah al-Muqawwamah al-Islamiyah atau Hamas lahir. Sejak 14 Desember 1987, Hamas telah mendeklarasikan diri sebagai sebuah gerakan politik Islam dan perlawanan atas penjajahan Israel.

Hamas yang secara harfiah berarti Gerakan Pertahanan Islam telah mewarnai perjuangan rakyat Palestina. Terlebih lagi ketika ia melahirkan sayap militer Brigade Izzuddin al-Qassam awal 90-an. Sejak itu pula, muncul harapan baru dalam sejarah gerakan dan perlawanan bangsa Palestina.

Selama 23 tahun Hamas telah memberikan model unik dalam interaksi dengan gerakan lain, dapat mengawinkan antara konsekuensi sebagai sebuah faksi dan kepentingan nasional.

Pada 2005 Hamas mampu memaksa militer Israel mundur dari Jalur Gaza dan sebagian Tepi Barat. Ini terjadi berkat perjuangan dan pengorbanan serta syahidnya sebagian besar pemimpin dan pendirinya.

Setahun kemudian, ia memenangkan pemilu legislatif Palestina. Inilah titik kulminasi kebencian Israel, AS dan Barat terhadap Hamas. Kemenangan ini diboikot oleh kaum yang mengaku sebagai kampiun demokrasi.

Hamas dikucilkan, dikerdilkan dan dicap sebagai organisasi teror. Namun Hamas tiada peduli. Walau tanpa parlemen, perjuangannya tetap padu dan tak pernah goyah; mengenyahkan penjajahan Israel di bumi Palestina.

Puncaknya terjadi dua tahun lalu, ketika Israel secara membabi-buta menyerang Gaza. Lagi-lagi Hamas mampu melalui ujian ini dengan tegar dan konsisten. Israel kembali menarik serdadunya dari Gaza.

Bagaimanapun jua, Hamas telah menjadi fenomena dan mengakar di hati publik Palestina dan Arab. Gerakan ini memiliki visi yang jelas, langkah yang kokoh dalam mencapai tujuan membebaskan Palestina dan menegakkan pemerintahan dan kekuasaan berdasarkan Islam yang hanif.

Tak dipungkiri, saat ini Palestina terus dikepung dan dihabisi hingga tetes darah terakhir. Setiap jengkal tanahnya dirampas kaum Zionis, penduduknya diusir dan dibunuh hampir tiap hari. Namun Hamas masih dan akan terus eksis di sana. Perjuangan masih panjang.

Ada dua hal yang paling menakutkan Israel; Intifadhah dan Hamas. Keduanya memang berhubungan erat, namun yang terakhir adalah mimpi terburuk bagi Israel. Mimpi yang akan terus menghantui rezim Zionis sampai kapan pun mereka mencoba mengangkangi Palestina.

Cyber Sabili- Debu ialah nama umum untuk sejumlah partikel padat kecil dengan diameter kurang dari 500 mikrometer (lihat juga pasir atau granulat). Di atmosfer bumi, debu berasal dari sejumlah sumber: loess yang disebarkan melalui angin, letusan gunung berapi, pencemaran, dll.

Wikipedia meneruskan, debu udara dianggap aerosol dan bisa memiliki tenaga radiasi lokal yang kuat di atmosfer dan berpengaruh pada iklim. Di samping itu, jika sejumlah partikel kecil disebarkan ke udara di daerah tertentu, seperti tepung terigu, dalam keadaan tertentu ini bisa menimbulkan bahaya ledakan.

Firman Allah SWT, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS al-Zalzalah [99] : 7-8)

Debu hanyalah sebuah titik. Apakah pentingnya sebuah titik?

Angka tanpa titik maka akan kehilangan jumlah. Kalimat tanpa titik akan kehilangan makna.

Betapa banyak iklan pemutih wajah untuk menghilangkan titik hitam. Debu yang menempel itu merusak paras. Menjadikan kaca kehilangan cahaya pantulannya. Menyebabkan lampu buram.

"Jika seorang hamba berbuat dosa, maka dalam hatinya ada satu titik yang berwarna hitam. Apabila ia bertaubat, mencabut dosanya dan mohon ampunan kepada Allah SWT, maka hatinya kembali bersih berkilau. Namun apabila dosanya bertambah, maka bertambah hitam pula hatinya sehingga seluruh hatinya menjadi kelam.” (HR Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah)

Debu hampir tak ada artinya. Dia berpindah dari satu tempat ke tempat lain mengikuti angin bertiup. Setiap dia singgah, entah di peralatan, di wajah atau di makanan, manusia pun menepisnya.

Namun di akhirat nanti, manusia-manusia berdebu baru menyadari bahwa sebuah debu lebih beruntung darinya. Mereka yang merasa besar takabur dan sombong akan dihinakan seperti mereka menepis debu di hidangan mereka.

Betapa di mahkamah Illahi manusia menangis dan berkata,” Ya laitanii kuntu turaaba…”

Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah." (QS an-Nabaa: 40) -- Eman Mulyatman.

Sholat Tahajjud ternyata tak hanya membuat seseorang yang melakukannya mendapatkan tempat (maqam) terpuji di sisi Allah (Qs Al-Isra:79)tapi juga sangat penting bagi dunia kedokteran. Menurut hasil penelitian Dr.Mohammad Sholeh, dosen IAIN Surabaya, salah satu shalat sunnah itu bisa membebaskan seseorang dari serangan infeksi dan penyakit kaker.

Tidak percaya? “Cobalah Anda rajin-rajin sholat tahajjud. Jika anda melakukannya secara rutin, benar,khusuk, dan ikhlas, niscaya anda terbebas dari infeksi dan kanker”, ucap Sholeh. Ayah dua anak itu bukan “tukang obat” jalanan. Dia melontarkan pernyataanya itu dalam desertasinya yang berjudul “Pengaruh Sholat tahajjud terhadap peningkatan Perubahan Respons ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Psiko-neuroimunologi” Dengan desertasi itu,Sholeh berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ilmu kedokteran pada Program Pasca Sarjana Universitas Surabaya, yang dipertahankannya Selasa pekan lalu. Selama ini, menurut Sholeh, tahajjud dinilai hanya merupakanibadah salat tambahan atau sholat sunah. Padahal jika dilakukan secara kontinu,tepat
gerakannya, khusuk dan ikhlas, secara medis sholat itu menumbuhkan respons ketahannan tubuh (imonologi) khususnya pada imonoglobin M, G, A dan limfosit-nya yang berupa persepsi dan motivasi positif, serta dapat mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah yang dihadapi. (coping). Sholat tahajjud yang dimaksudkan Sholeh bukan sekedar menggugurkan status sholat yang muakkadah (Sunah mendekati wajib). Ia menitikberatkan pada sisi rutinitas sholat,
ketepatan gerakan, kekhusukan, dan keikhlasan. Selama ini, kata dia, ulama melihat masalah ikhlas ini sebagai persoalan mental psikis. Namun sebetulnya soal ini dapat dibuktikan dengan tekhnologi kedokteran. Ikhlas yang selama ini dipandang sebagai misteri, dapat dibuktikan secara kuantitatif
melalui sekresi hormon kortisol.

Parameternya, lanjut Sholeh, bisa diukur dengan kondisi tubuh. Pada kondisi normal, jumlah hormon kortisol pada pagi hari normalnya anatara 38-690 nmol/liter. Sedang pada malam hari-atau setelah pukul 24:00- normalnya antara 69-345 nmol/liter. “Kalau jumlah hormon kortisolnya normal, bisa diindikasikan orang itu tidak ikhlas karena tertekan. Begitu sebaliknya. Ujarnya seraya menegaskan temuannya ini yang membantah paradigma lama yang menganggap ajaran agama (Islam) semata-mata dogma atau doktrin.

Sholeh mendasarkan temuannya itu melalui satu penelitian terhadap 41 responden siswa SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya. Dari 41 siswa itu, hanya 23 yang sanggup bertahan menjalankan sholat tahajjud selama sebulan penuh. Setelah diuji lagi, tinggal 19 siswa yang bertahan sholat tahjjud selama dua bulan. Sholat dimulai pukul 02-00-3:30 sebanyak 11* rakaat, masing masing dua rakaat empat kali salam plus tiga rakaat. Selanjutnya, hormon kortisol mereka diukur di tiga laboratorium di Surabaya (paramita, Prodia dan Klinika) Hasilnya, ditemukan bahwa kondisi tubuh seseorang yang rajin bertahajjud secara ikhlas berbeda jauh dengan orang yang tidak melakukan Tahajjud.
Mereka yang rajin dan ikhlas bertahajuud memiliki ketahanan tubuh dan kemampuan individual untuk menaggulangi masalah-masalah yang dihadapi dengan stabil. “jadi sholat tahajjud selain bernilai ibadah, juga sekaligus sarat dengan muatan psikologis yang dapat mempengaruhi kontrol kognisi. Dengan cara memperbaiki persepsi dan motivasi positif dan coping yang efectif, emosi yang positif dapat menghindarkan seseorang dari stress,” Nah, menurut Sholeh, orang stress itu biasanya rentan sekali terhadap penyakit kanker dan infeksi. Dengan sholat tahjjud yang dilakukan secara rutin dan disertai perasaan ikhlas serta tidak terpaksa, seseorang akan memiliki respons imun yang baik, yang kemungkinan besar akan terhindar dari penyakit infeksi dan kanker. Dan, berdasarkan hitungan
tekhnik medis menunjukan, sholat tahajjud yang dilakukan seperti itu membuat orang mempunyai ketahanan tubuh yang baik.

“Maka dirikanlah Shalat karena Tuhanmu dan Berkurbanlah”, (Q.S Al-Kautsar:2)

Sebuah bukti bahwa keterbatasan otak manusia tidak mampu mengetahui semua rahasia atas rahmat, nikmat, anugrah yang diberikan oleh ALLAH kepadanya. Haruskah kita menunggu untuk bisa masuk diakal kita ???????

Seorang Doktor di Amerika telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang ditemuinya di dalam penyelidikannya. Ia amat kagum dengan penemuan tersebut sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran. Dia adalah seorang Doktor Neurologi. Setelah memeluk Islam dia amat yakin pengobatan secara Islam dan oleh sebab itu itu telah membuka sebuah klinik yang bernama “Pengobatan Melalui Al Quran” Kajian pengobatan melalui Al-Quran menggunakan obat-obatan yang digunakan seperti yang terdapat didalam Al-Quran. Di antara berpuasa, madu, biji hitam (Jadam) dan sebagainya.

Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam maka Doktor tersebut memberitahu bahwa sewaktu kajian saraf yang dilakukan, terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia ini tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara yang lebih normal.

Setelah membuat kajian yang memakan waktu akkhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang yaitu ketika sujud. Urat tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja.

Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikut kadar sembahyang waktu yang di wajibkan oleh Islam. Begitulah keagungan ciptaan Allah. Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang maka otak tidak dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal. Oleh karena itu kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam “sepenuhnya” karena sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agamanya yang indah ini.

Kesimpulannya :
Makhluk Allah yang bergelar manusia yang tidak bersembahyang apalagi lagi bukan yang beragama Islam walaupun akal mereka berfungsi secara normal tetapi sebenarnya di dalam sesuatu keadaan mereka akan hilang pertimbangan didalam membuat keputusan secara normal. Justru itu tidak heranlah manusia ini kadang-kadang tidak segan-segan untuk melakukan hal hal yang bertentangan dengan fitrah kejadiannya walaupun akal mereka mengetahui perkara yang akan dilakukan tersebut adalah tidak sesuai dengan kehendak mereka karena otak tidak bisa untuk mempertimbangkan secara lebih normal. Maka tidak heranlah timbul bermacam-macam gejala-gejala sosial Masyarakat saat ini.

“Anda ingin beramal shaleh…? Tolong kirimkan kepada rekan-rekan muslim lainnya yang anda kenal.”

Ilmu fisika, biologi, falak, dan kimia telah menunjukan kepada kita bahwa dunia diciptakan dengan aturan-aturan dan ukuran-ukuran yang rapi. Tidak ada tempat bagi sesuatu yang terjadi secara kebetulan, semua berjalan mengikuti hukum-hukum yang telah Allah ciptakan di alam semesta ini.

“… dan, Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS Al Furqaan:2)

Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS Al Qamar:49)

Dan, tentu saja Allah menciptakan semua ini bukan tanpa tujuan. Tidak mungkin tanpa tujuan. Pasti, akan selalu ada hikmah di balik semua penciptaan ini.Namun, keyakinan akan semua hikmah ini, bukan berarti kita akan mengetahuinya. Karena keterbatasan ilmu manusia, bisa saja hikmah-hikmah itu masih tersembunyi, tidak terungkap oleh pandangan manusia yang terbatas ini.

“… mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. ” (QS. An Nisaa’:19)

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah:216)

Dan, saya yakin bahwa keterbatasan ini pun memberikan hikmah yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Tidak semuanya harus ada jawaban, yang perlu kita yakini adalah semuanya demi kebaikan kita. Dalilnya sudah jelas dan sudah kita hafal bahwa Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Kadang kita berusaha keras, namun hasil seolah tidak kunjung datang. Saya kata seolah sebab itu hanyalah pandangan kita yang terbatas. Strategi, taktik, dan rencana matang tidak selamanya akan menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan keinginan kita. Bisa jadi, Allah telah menyiapkan yang lain yang pastinya akan lebih baik dari itu.

“… Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.” (QS Ath Thalaaq:1)

Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (At Takwir:29)

Jika saya berikhtiar itu semata-mata karena memenuhi perintah Allah. Manusia hanya berusaha, sedangkan Allah yang menentukan akibat dan hasilnya. Dan saya merasa yakin bahwa akibat dan hasil yang dipilihkan Allah bagi saya adalah yang terbaik bagi saya.

Jika demikian, mengapa kita harus takut dan khawatir dalam menjalani hidup? Bukankah semuanya untuk kebaikan kita sendiri. Pahit mungkin terasa pahit yang kita alami. Kita tidak menyukai. Kita membencinya. Padahal boleh jadi itu yang terbaik bagi kita.

Ya Allah, ampunilah hamba-Mu ini. Yang sering mengeluh dengan pemberian-Mu. Yang sering lupa bahwa Engkau memberikan yang terbaik.

Mudah-mudahan, mulai detik ini saya merasa tentram terhadap rahmat Allah, keadilan-Nya, kebijaksanaan-Nya, dan ilmu-Nya. Hidup yang lebih tenang karena “melihat” peran Allah dalam setiap peristiwa dan setiap urusan. Hidup yang tenang, karena hidup dalam lindungan dan pemeliharaan Allah.

Wednesday 25 May 2011

You Raise Me Up
When I am down and oh my soul, so weary
When troubles come and my heart, burdened be
Then I am still and wait here in the silence
Until you come and sit a while with me


You raise me up so I can stand on mountains

You raise me up to walk on stormy seas

I am strong when I am on your shoulders

You raise me up to more than I can be
Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!