Saturday 13 August 2011


Besarnya empati rakyat Indonesia kembali terbukti terketika Darsem, TKW asal

Jawa Barat, menjalani masa hukumannya di Arab Saudi yang konon sedang

menanti eksekusi hukuman pancung kepadanya. Tuduhan yang diterima Darsem

adalah karena dia melakukan pembunuhan terhadap majikannya. Nyawa anak

negeri seolah tak dihargai di negeri orang. Sungguh ironis. Negeri dengan umat

muslim terbanyak ini seolah tak memiliki kewibawaan yang membuat negeri

seberang sana menaruh hormat. Terbukti dakwaan pembunuhan pun sudah menanti

Darsem, yang konon dia melakukan pembunuhan hanya karena membela diri dari

usaha perkosaan yang akan dilakukan majikannya. Kita yakin bahwa pihak

manapun akan membela Darsem ketika dia mendapakan perlakuan yang demikian

dari Pemerintah Arab Saudi itu.
Publik Indonesia secara serentak melakukan pembelaan terhadap Darsem. Apapun

yang dapat mereka lakukan untuk mendukung Darsem. Dari mulai demo di kedubes

Arab Saudi di Indonesia, demo di jalan-jalan, membuat tulisan di media, melakukan

doa bersama, mengumpulkan uang untuk darsem, dan lain-lain. Pemerintah pun

akhirnya memberikan perlindungannya kepada salah satu anak negeri ini.

Pemerintah melakukan mediasi dengan pihak Arab Saudi untuk Darsem. Akhirnya

dihasilkan kesimpulan bahwa Darsem bisa bebas dari hukuman pancung tapi harus

membayar denda sekitar 4,6 milyar rupiah. Jelas untuk ukuran TKW seperti

Darsem, denda itu serasa mustahil dipenuhi.
Tanah air menyambut keputusan itu dengan berbagai reaksi. Di antaranya adalah

pengumpulan uang secara mendadak oleh rakyat yang akan disumbangkan untuk

Darsem. Untuk memenuhi denda yang dilayangkan kepadanya. Akan tetapi

pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah segera menebus denda Darsem dengan

uang negara. Sementara uang sumbangan dari rakyat yang telah terkumpul

kemudian tetap diberikan kepada Darsem.
Sampai di sini, kita pasti terhenyak dan terenyuh melihat empati rakyat Indonesia

yang begitu besar terhadap saudaranya setanah air itu. Itu bukti keikhlasan mereka

untuk sebuah persaudaraan. Seolah hendak membuktikan bahwa kita, rakyat

Indonsia, memiliki ikatan yang kuat. Kita saling menanggung, saling berbagi, saling

menyayangi. Ukhuwah itu masih ada pada kita.
Kemudian, setelah Darsem berhasil pulang. Sambutan haru begitu bergema.

Sambutan untuk saudara yang berhasil lolos dari lubang jarum. Ucapan selamat

mengalir untuk Darsem. Air mata mengalir untuk jiwa yang berhasil pulang tinggal

nama. Darsem pulang ke Subang, Jawa Barat dengan selamat.
Dengan uang bermilyar sumbangan dari saudaranya setanah air, ia menjalani

kehidupan barunya. Dia gunakan uang itu untuk kebutuhannya. Ia membeli

perhiasan, tanah, membangun rumah, mempersiapkan pesta khitan anaknya. Dan

tetangga Darsem pun akhirnya antipatik terhadap kelakuan Darsem. Mereka

menganggap Darsem ini tidak tahu diri.
Sungguh bisa dipahami ketika tetangga Darsem menganggapnya tidak tahu diri.

Karena kelakuan Darsem yang kemudian bergaya hidup gelamor jika dibanding

tentangga kanan kiri yang barang kali ikut juga menyumbang seperak dua perak itu.

Memang hak Darsem digunakan untuk apa uang yang ada di tangannya itu. Akan

tetapi dia tidak tahu diri. Dia tidak peka. Darsem tidak tahu cara berterima kasih kepada sekian

banyak orang yang rela mengumpulkan rupiah demi rupiah untuknya. Andai Darsem

tidak semencolok itu dalam membelanjakan uang sumbangan itu, tentu tak ada

reaksi yang demikian buruk dari masyarakat.
Akan tetapi bagaimanapun juga, itu uang Darsem pribadi. Kalau tanpa

memerhatikan dari mana asalnya, barangkali tidak akan ada masalah. Juga perlu

diperhatikan adalah jangan sampai berlebihan menanggapi "ulah" Darsem. Itu ujian

untuk sebuah keikhlasan. Agama mengajarkan bahwa keikhlasan adalah tidak

mengungkit-ungkit pemberian atau kebaikan yang pernah kita lakukan. Biarlah

Darsem dengan kontroversinya. Tapi kita lebih layak menunjukkan keikhlasan kita.

Sehingga itu akan menggambarkan bagaimana kepribadian kita, keikhlasan kita.

Darsem yang dengan kontroversinya, barangkali juga simbol untuk rakyat di negeri

ini. Nah, kita dituntut pembuktian. Apakah kita-kita ini jiwa dengankeikhlasan dan

kelapangan atau jiwa-jiwa yang terwakili oleh sebuah simbol: Darsem.
Categories:

0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!