Saturday 9 April 2016

Ada seorang bapak yang berbincang dan menyampaikan keluhannya. Ia mengawalinya dengan pernyataaan bahwa shalat itu akan mencegah perbuatan keji dan mungkar. Nyatanya banyak orang shalat tetapi tindakannya banyak yang menyimpang dari kebenaran atau banyak keji dan mungkarnya. Ketika kusampaikan bahwa itu adalah salah orangnya yang belum bisa melahirkan efek shalat dalam kehidupannya beliau pun menyetujuinya.  Artinya, bukan shalatnya yang salah atau Qurannya yang salah dengan menyatakan bahwa shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Akan tetapi orang yang shalatlah yang belum mampu membawa ruh shalat ke dalam kehidupannya. Bapak ini pun sepakat dengan argumen ini.
Kemudian bapak ini meneritakan juga bahwa suatu ketika anaknya jatuh sakit hingga parah. Beliau menyatakan bahwa selama ini ia aktif di pengajian-pengajian. Yang beliau resahkan adalah di saat beliau di rumah sakit menunggui anaknya yang sakit parah, tidak ada satu pun mereka yang ‘ustadz’ pengisi pengajian atau pemimpin kelompok pengajian itu yang datang ke rumah sakit untuk menengok menguatkan mental dan memberi dukungan padanya. Padahal itulah yang beliau butuhkan waktu itu. Bukan uang dalam amplop atau makanan yang dibawa penjeguk. Namun nyatanya mereka tidak nongol sama sekali. Tak tampak atang hidungnya. Malah justeru aktivis dari agama lain yang datang menjenguk bahkan mendonorkan darahnya.  Sungguh ini suatu yang ironis, kata beliau. Kalau misal keimanannya rapuh, bisa-bisa ia telah pindah keyakinan, begitu tutur beliau.
Begitulah fenomena umat dengan agama syumuliyah ini. Beliau meyakini bahwa yang paling paripurna adalah Islam. Beliau tak menyangkal itu. Tak ada kepercayaan lain yang seilmiah, selengkap, separipurna Islam, imbuhnya. Akan tetapi mengapa orang di luar sana yang malah kadang lebih islami. Mengapa orang islam sendiri malah terjebak pada perilaku-perilaku yang jauh dari nilai islam.
Begitulah, aku tidak membantah, menyangkal, atau membumbui uraian bapak ini. Mari kita tengok sejarah sejenak. Dulu, saat pernag dunia kedua, di sebuah Kamp Nazi, di sana setiap detik terjadi penyiksaan, kekejaman, dan tangisan tanpa henti. Mereka yang disekap ada yang berujar: “mengapa ini terjadi padaku?”. Ada pula mereka yang sayup-sayup terdengar menyuarakan: “Apa yang bisa dan seharusnya saya lakukan di dalam situasi yang semencekam ini?” akhirnya didapati kenyataan bahwa mereka yang menyuarakan yang pertama, rata-rata mati di tiang gantungan atau ruang pembantaian. Sementara mereka yang menyuarakan yang kedua, sebagian besarnya adalah yang bisa selamat. Dengan berbagai jalan.
Itulah dahsyatnya pemaknaan. Memaknai sebuah peristiwa atau keadaan yang dihadapi. Kembali ke bapak yang menuturkan ceritanya padaku tadi. Beliau memaknai shalat dan pengaruhnya pada kaum muslimin. Bahwa banyak kaum muslimin yang shalat tetapi belum bisa membawa ruh shalat itu dalam kehidupannya sehari-hari. Maka kemudian begitulah yang akan terlihat pada bapak itu. Atau, beliau memaknai bahwa shalat ternyata tidak bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar. Maka kemudian lambat laun membenarkan pernyataan: “buat apa shalat?”. Naudzubillah. Begitu bapak tadi mengalami musibah dengan sakitnya sang anak, lalu memberikan pemaknaan terhadap orang di sekelilingnya, para ustadz, kelompok pengajian yang beliau ikuti. Maka, begitu pula yang kemudian menjadi kebiasannya. Sangat jarang terlihat ikut menjenguk orang sakit. Bahkan malah berhenti pula menghadiri pengajian-pengajian. Begitu yang sempat bapak itu sampaikan dalam obrolan.
Pemaknaan melahirkan pemahaman dalam bawah sadar kita. Yang kemudian bisa saja diperturutkan untuk menjadi pembenaran perilaku. Selalu belajar. Di mana pun dan kapan pun. Mungkin itu penawarnya. Wallahu a’lam bishawab.

Categories:

2 komentar:

Annisa Ratu Aqilah said...

Kontennta dalem. Butuh dibaca berkali kali sampai akhirnya saya paham, tapi cara mengungkapkannya keren.

Gaya penulisannya bagus. runtut. Mungkin biaa diberi spasi antar paragraf untuk jeda, biar tidak terlalu padat dibaca mata.

Salam blogwalking tetangga sebelah :)

Haryo songOSOngo said...

Terimakasih ulasannya Mb Anisah... Salam Blogger Indonesia ..he..he.

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!