Monday, 15 August 2011


Sore itu, Mbah Wid menyapu dedaunan yang mengotori masjid. Anak-anak TPA masjid Al Hikmah mulai berdatangan. Seperti biasa, setiap TPA masuk pasti ada penjual jajanan anak yang mangkal di sekitar masjid. Anak-anak TPA selalu tergoda untuk jajan dari penjual-penjual itu. Sampah plastik, kertas, atau daun bungkus makanan biasanya dibuang sembarangan oleh anak-anak TPA. Padahal di sekitar halaman masjid sudah ada tempat sampah. Mbah Wid rajin membuang sampah ketika tempat sampah itu sudah penuh. Mbah Wid pula yang kemudian membakar sampah-sampah itu.
Ibnu, Dimas, dan Catur datang bersamaan di masjid itu ketika Mbah Wid sedang menyapu sejak selesai sholat ashar. Ibnu, Dimas, dan Catur langsung menuju penjual-penjual yang sudah mangkal. Ibnu, Dimas, dan Catur membuang bungkus jajanan mereka di halaman masjid seenaknya. Hal itulah yang membuat Mbah Wid marah-marah. “Hai, anak-anak! Kalian tidak lihat apa? Di situ kan sudah ada tempat sampah. Dibilangin berkali-kali kok susah amat, sih kalian!” bentak Mbah Wid. Anak-anak langsung lari menjauh dari Mbah Wid menuju pojok masjid. Belum lama dibentak, mereka bermain sampai menimbulkan gaduh. Mbah Wid melotot sambil marah-marah, “Hei, kalian! Kalau ramai jangan di masjid! Emangnya ini rumah kakekmu? Ini rumah Allah, tidak boleh ramai kaya gitu di sini! Ngapain ke mesjid kalau cuma mau ramai?”
Ibnu, Dimas, dan Catur langsung diam. Ketika Mbah Wid pulang, Ibnu menggerutu kepada kedua temannya, “Iih, udah kakek-kakek gitu kok galaknya minta ampun. Jadi males ke mesjid aku.” Dimas dan Catur mengangguk tanda setuju. Catur menambahi, “Iya, aku aja di rumah tidak pernah dibentak-bentak, kok di sini malah dibentak-bentak.” Melihat Kak Yudi sudah datang ke mesjid, mereka langsung bersiap menyambut Kak Yudi, pengajar TPA masjid Al Hikmah.
“Ada apa kok kelihatannya manyun gitu?” tanya Kak Yudi pada mereka bertiga. “Itu lho, Kak, Mbah Wid selalu marah-marah kepada kami. Apa-apa gak boleh. Terus kami dibentak-bentak. Orang kok marah-marah terus sama kita-kita” penjelasan Ibnu pada kak Yudi. “Eh, Ibnu! Anak sholeh gak boleh gitu. Mbah Wid itu marah pasti ada sebabnya. Beliau memiliki kecintaan yang besar terhadap kebersihan masjid ini. Kecintaan beliau kepada Allah juga sedemikian besar. Makanya beliau tidak tega kalau yang dicintainya dikotori” penjelasan Kak Yudi pada Ibnu, Catur, dan Dimas. “Tapi kan gak perlu membentak-bentak gitu setiap hari, Kak!” Catur membela diri. “Ya sudah, ini sudah jam setengah lima, ayo segera kita mulai kegiatan TPA-nya!” ajak Kak Yudi.
--*--
Sudah sejak subuh tidak terdengar lantunan adzan yang biasanya dikumandangkan Mbah Wid. Waktu sholat ashar pun tidak ada yang melantunkan adzan di masjid Al Hikmah. Sore itu TPA Al Hikmah masuk. Ibnu, Catur, dan Dimas juga kelihatan sudah datang di mesjid. Mereka membawa jajanan di tangan masing-masing. Mereka makan dengan asyik di serambi masjid. Mereka tidak begitu peduli terhadap keadaan halaman yang kotor karena dedaunan, juga sampah dari bungkus jajanan anak-anak TPA.
Ibnu, Catur, dan Dimas mulai bercanda tawa. Tidak lama kemudian, kegaduhan terjadi di serambi masjid itu. Ibnu, Catur, dan Dimas adalah aktor utama dari kegaduhan itu meskipun ada juga andil anak-anak TPA yang lain. Dimas yang di tangannya masih memegang siomay, tertabrak Ibnu saat kejar-kejaran dengan Catur. Siomay itu tumpah mengotori serambi masjid yang sejak subuh tidak disapu ataupun di pel. “Aduh, gimana sih kalian? Siomay ku tumpah, kan jadinya!” seru Dimas kepada temannya. Ibnu dan Catur malah tertawa terkekeh-kekeh. Beberapa saat kemudian Ibnu langsung mengejar Catur. Catur berlari, dan tanpa sadar Ibnu menginjak tumpahan siomay di lantai. Ibnu terpeleset, “Gedebukkk!!” Ibnu terjatuh. Kepalanya terjeduk lantai masjid. Ibnu menangis kesakitan memegangi kepalanya. Catur, Dimas, dan anak-anak yang lain panik. Kepala Ibnu terlihat benjol kebiruan.
Kak Yudi datang kira-kira jam setengah lima sore. Kak Yudi kaget melihat anak-anak panik dan Ibnu menangis memegangi kepalanya yang benjol. Dimas kemudian memberi penjelasan atas kejadian yang baru saja terjadi. Kak Yudi menenangkan Ibnu sambil menasehatinya. “Ibnu, itulah hasil kalau suka bermain-main tak karuan. Itulah sebabnya Mbah Wid selalu mengingatkan pada kalian. Mbah Wid membentak-bentak kalian sebenarnya hanya tidak ingin kejadian seperti ini terjadi. Apalagi lantainya sampai kotor seperti itu,” terang Kak Yudi. “Tapi, Mbah Wid selalu ngomel gitu,” Catur protes. “Catur, itu cara Mbah Wid agar kalian nurut. Beliau cinta kepada kalian, makanya dia sampai rela berteriak-teriak. Hanya agar kejadian seperti sore ini tidak terjadi. Nyatanya, saat Mbah Wid tidak ada seperti sekarang ini, kalian bermain-main tidak karuan di masjid. Akhirnya sampai ada yang menangis kesakitan, kan! Mbah Wid berkeingingan juga agar kalian mencintai kebersihan. Allah kan mencintai orang yang menjaga kebersihan.” Terang Kak Yudi pada anak-anak. Anak-anak akhirnya memahami.
Oleh: Dwi Wahyudi

Categories:

0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!